Apa enaknya bosan?
Navaswara.com – Rasa bosan sering ditakuti dan dianggap sebagai musuh utama, apalagi di zaman yang apa-apa serba cepat ini. Begitu ada jeda sebentar saja, tangan otomatis meraih ponsel agar tak merasa “kosong.”
Padahal, menurut Arthur Brooks, profesor di Harvard sekaligus penulis New York Times, bosan justru punya peran penting bagi kesehatan mental. Sejumlah penelitian ilmiah kini juga menguatkan pendapat itu. Inilah alasan mengapa membiarkan diri merasa bosan bisa jadi rahasia hidup lebih sehat dan bahagia.
1. Bosan Mengaktifkan Bagian Otak yang Menumbuhkan Kreativitas
Saat tak ada hal yang dikerjakan, otak memunculkan aktivitas di bagian yang disebut default mode network (DMN). Jaringan ini aktif ketika pikiran mengembara bebas. Peneliti dari University of British Columbia menemukan bahwa DMN berperan besar dalam membentuk ide kreatif dan kemampuan refleksi diri.
Dalam situasi sederhana, seperti menunggu lampu merah tanpa ponsel, otak sebenarnya sedang “beristirahat produktif.” Dari sana sering muncul inspirasi atau solusi yang tak terpikirkan sebelumnya.
2. Rasa Tidak Nyaman Itu Bagian dari Proses
Psikolog Dan Gilbert dari Harvard pernah melakukan eksperimen unik. Ia meminta partisipan duduk di ruangan kosong selama 15 menit tanpa melakukan apa pun, kecuali menekan tombol yang akan memberikan kejutan listrik kecil. Hasilnya, sebagian besar lebih memilih disetrum daripada diam dan bosan.
Fenomena ini menunjukkan betapa manusia modern tidak betah menghadapi keheningan. Padahal, justru di saat itulah otak mulai bekerja memproses hal-hal yang lebih eksistensial, yakni tujuan hidup, relasi, dan arah masa depan.
3. Kurangnya Waktu Hampa Bisa Picu Krisis Makna
Studi besar yang dilakukan American Psychological Association pada 2022 menemukan bahwa lebih dari 60% responden berusia 18–34 tahun merasa hidupnya “kehilangan arah” karena paparan informasi digital yang berlebihan.
Brooks menyebut kondisi ini sebagai doom loop of meaning, lingkaran setan yang membuat orang sulit menemukan makna hidup karena setiap kebosanan langsung diusir dengan distraksi dari layar. Akibatnya, otak tak pernah punya waktu memproses perasaan dan pengalaman yang membentuk pemahaman diri.

4. Bosan Adalah Latihan Mental
Menurut riset di Journal of Experimental Social Psychology (2020), kemampuan menoleransi kebosanan berkaitan erat dengan tingkat regulasi emosi yang lebih baik. Orang yang terbiasa menghadapi jeda tanpa distraksi cenderung lebih tenang, fokus, dan tidak mudah stres.
Brooks menyarankan latihan sederhana, antara lain berolahraga tanpa musik, berkendara tanpa radio, atau sekadar duduk tanpa menggulir layar. Kebiasaan ini bisa memperkuat daya tahan mental sekaligus mengembalikan kemampuan menikmati hal-hal kecil.
5. Ide Terbaik Biasanya Lahir dari Momen Kosong
Penelitian University of Central Lancashire (UCLan) menunjukkan bahwa partisipan yang diberi tugas membosankan, seperti menyalin nomor telepon dari buku direktori, justru menghasilkan ide lebih kreatif setelahnya dibanding yang tidak.
Penjelasannya sederhana, kebosanan membuat otak “melompat” ke cara berpikir alternatif untuk mencari stimulasi. Jadi, saat kamu merasa jenuh di tengah rutinitas, bisa jadi itu tanda otak sedang bersiap menemukan ide besar berikutnya.
6. Ritual Digital Detox Turunkan Stres
Brooks sendiri menerapkan kebijakan ketat di rumah: tidak ada perangkat setelah pukul 7 malam, tidak tidur dengan ponsel di samping, dan bebas gawai saat makan bersama keluarga.
Praktik ini sejalan dengan hasil penelitian University of Bath (2022) yang menemukan bahwa jeda satu minggu tanpa media sosial menurunkan tingkat kecemasan hingga 25% dan meningkatkan kepuasan hidup secara signifikan. Awalnya terasa sulit karena otak menagih dopamin dari notifikasi, tapi efeknya menenangkan begitu tubuh beradaptasi. Artinya, kadang kita cuma butuh istirahat sebentar dari layar supaya kepala lebih adem dan punya waktu bersama orang terdekat.
7. Tak Perlu Takut Ketinggalan
Kekhawatiran terbesar saat meletakkan ponsel biasanya adalah takut tertinggal berita atau peluang penting. Padahal, riset dari Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa 70% informasi yang dianggap “mendesak” di media sosial bersifat non-esensial dan tidak berdampak langsung pada kehidupan pribadi. Dengan kata lain, sebagian besar kekhawatiran itu hanyalah ilusi.
Seperti kata Brooks, kakek-nenek kita dulu hidup baik-baik saja tanpa harus tahu berita terbaru setiap menit, dan mereka tetap terhubung dengan orang-orang di sekitarnya, bukan?
Bagaimana Memulainya?
Membiasakan diri dengan jeda tak harus dimulai dari langkah besar. Cukup dengan tidak tergesa membuka ponsel setiap kali menunggu, membiarkan notifikasi diam di luar jam kerja, atau sengaja menonaktifkan layar sebelum tidur. Memang terasa kikuk di awal, namun lambat laun berubah menjadi ruang tenang tempat pikiran berkelana. Dalam keheningan itu, otak bekerja dengan ritmenya sendiri, mengurai pengalaman, menata perasaan, dan menumbuhkan ide.
Rasa bosan ternyata bukan lawan dari produktivitas, melainkan bagian dari keseimbangan hidup, karena memberi kesempatan bagi otak untuk berhenti sejenak dari arus rangsangan tanpa henti, agar manusia kembali mengenali dirinya. Di keheningan, ada kemungkinan lahir gagasan, kejernihan, bahkan pemahaman yang selama ini terlewat. Barangkali, yang dibutuhkan bukan lebih banyak hiburan, tetapi keberanian untuk diam dan membiarkan pikiran bekerja tanpa gangguan.
